SENO GUMIRA AJIDARMA
1.Pengidentifikasian Unsur Setting dalam Cerpen Pelajaran Mengarang
Dalam cerpen Pelajaran Mengarang ditemukan berbagai macam setting, diantaranya setting waktu, setting tempat dan setting keadaan. Diantara ketiga setting tersebut, setting waktulah yang sangat dominan dalam menghubungkan alur (kejadian) satu dengan alur (kejadian) yang lain, sedangkan setting tempat berada dalam suasana dan tidak disebutkan secara jelas, tetapi msekipun tidak disebutkan secara jelas oleh pengarang, setting tempat tersebut dapat kita tangkap atau kita kenali melalui suasana yang tercipta.
•Kutipan:
1)Pelajaran mengarang sudah dimulai. Kalian punya waktu 60 menit”, ujar Ibu Guru Tati. Anak-anak kelas V menulis dengan kepala hampir menyentuh meja. Ibu Guru Tati menawarkan tiga judul yang ditulisnya di papan putih.
2)Ketika berpikir tentang “Keluarga Kami yang Berbahagia”, Sandra hanya mendapatkan gambaran sebuah rumah yang berantakan. Botol-botol dan kaleng-kaleng minuman yang kosong berserakan di meja, di lantai, bahkan sampai ke atas tempat tidur.
Dari kedua kutipan di atas dapat diketahui setting tempat yang berada dalam setting suasana yang diciptakan pengarang. Pada kutipan pertama, kata pelajaran mengarang, ibu guru Tati, anak-anak kelas V, meja, dan papan putih menunjukkan bahwa suasana dalam cerita berlangsung di dalam ruang kelas yang berarti setting tempat berada dalam kelas suatu sekolah dasar. Dalam kutipan kedua dapat diketahui bahwa setting tempat yang terdapat dalam setting suasana menunjukkan kejadian dalam cerita berada di sebuah rumah yang berantakan yang terdapat banyak botol kosong berserakan di mana-mana. Di sini, pengarang tidak menyebutkan tempat tersebut secara langsung, melainkan melalui setting suasana.
Seperti yang telah dijelaskan di atas, dalam cerpen Pelajaran Mengarang ditemukan tiga setting yang saling melengkapi dan memperjelas satu sama lain. Setting waktulah yang paling menonnjol sebagai media perpindahan suasana dari suasana satu ke suasana yang lain.
•Kutipan:
1)Kalian punya waktu 60 menit”, ujar Ibu Guru Tati.
2)Sepuluh menit segera berlalu.
3)Setiap kali tiba saatnya pelajaran mengarang.
4)Ketika berpikir tentang “Keluarga Kami yang Berbahagia”.
5)Lima belas menit telah berlalu. Sandra tak mengerti apa yang harus dibayangkanya tentang sebuah keluarga yang berbahagia.
6)Dua puluh menit berlalu.
7)Tiga puluh menit lewat tanpa permisi.
8)Suatu malam wanita itu pulang merangkak-rangkak karena mabuk.
9)Empat puluh menit lewat sudah.
Hampir semua setting bersifat fisik, tetapi ada pula yang bersifat psikis. Setting yang bersifat psikis menimbulkan suasana damai yang tenang dalam lamunan tetapi ada pula yang menimbulkan suatu kecemasan.
•Kutipan:
1)Ibu Guru Tati memandang anak-anak manis yang menulis dengan kening berkerut.
2)Terdengar gesekan halus pena pada kertas. Anak-anak tenggelam ke dalam dunianya, pikir Ibu Guru Tati.
3)Maka berkelebatan di benak Sandra bibir merah yang terus menerus mengeluarkan asap, mulut yang selalu berbau minuman keras, mata yang kuyu, wajah yang pucat, dan pager…
Dalam kutipan pertama dan kedua, tercipta setting keadaan yang bersifat psikis yang menimbulkan suasana tenang dan nyaman. Sedangkan pada kutipan ketiga, dari setting tersebut tercipta suasana cemas dan trauma yang dialami tokoh atas sesuatu yang dilihatnya setiap hari. Kutipan yang pertama menyatakan bahwa “…anak manis yang menulis dengan kening berkerut”, dalam kalimat ini, kata manis bukanklah arti yang sesungguhnya terasa manis, melainkan manis yang berarti tenang, tertib, atau lugu. Kutipan kedua menyatakan bahwa “Anak-anak tenggelam ke dalam dunianya” kata tenggelam di dalam kalimat tersebut bukanlah arti tenggelam yang sesungguhnya, melainkan ungkapan pengarang yang berarti menikmati. Begitu pula dalam kalimat “…berkelebatan di benak Sandra”, berkelebatan di sini bukanlah arti yang sesungguhnya untuk menyatakan benda yang tertiup angin sehingga berkelebat tetapi berkelebat yang dimaksud dalam kalimat ini berarti terbayang.
2. Mengidentifikasi Fungsi Setting Cerpen Pelajaran Mengarang
Hubungan variasi setting dengan perkembangan perubahan cerita sangat terlihat dalam cerpen Pelajaran Mengarang terlebih dalam setting waktu. Suasana demi suasana saling dihubungkan oleh setting waktu yang cenderung mundur dan maju kembali saat di akhir.
Setting suasana dapat menunjukkan watak dan penokohan pelaku yang akan dibahas dengan rinci dalam bagian penokohan dan perwatakan.
•Kutipan:
1)Ibu Guru Tati: Terdengar gesekan halus pena pada kertas. Anak-anak tenggelam ke dalam dunianya, pikir Ibu Guru Tati. Dari balik kacamatanya yang tebal, Ibu Guru Tati memandang 40 anak manis, yang masa depannya masih panjang, yang belum tahu kelak akan mengalami nasip macam apa.
Di rumahnya, sambil nonton RCTI, Ibu Guru Tati yang belum berkeluarga memeriksa pekerjaan murid-muridnya.
2)Sandra: Sandra memandang Ibu Guru Tati dengan benci. Setiap kali tiba saatnya pelajaran mengarang, Sandra selalu merasa mendapat kesulitan besar, karena ia harus betul-betul mengarang. Ia tidak bisa bercerita apa adanya seperti anak-anak yang lain.
3)Marti (Mama Sandra): “Tentu saja punya, Anak Setan! Tapi, tidak jelas siapa! Dan kalau jelas siapa belum tentu ia mau jadi Papa kamu! Jelas? Belajarlah untuk hidup tanpa seorang Papa! Taik Kucing dengan Papa!”
4)Mami (wanita yang dianggap nenek oleh Sandra): “Jangan Rewel Anak Setan! Nanti kamu kuajak ke tempatku kerja, tapi awas, ya? Kamu tidak usah ceritakan apa yang kamu lihat pada siapa-siapa, ngerti? Awas!”
Wanita itu sudah tua dan menyebalkan. Sandra tak pernah tahu siapa dia. Ibunya memang memanggilnya Mami.
Setting sangat berhubungan dengan atmosfer dalam cerita, dan settinglah yang mengatur semua atmosfer dalam alur cerpen, baik setting waktu, tempat, maupun setting suasana itu sendiri. Seperti yang telah dijabarkan dalam pengidentifikasian setting, pengarang menggunakan setting waktu untuk media perpindahan cerita. Pengarang menggunakan setting waktu untuk menghubungkan suasana satu dengan suasana satu yang dapat memperjelas alur cerita. Sehingga dengan begitu, setting dapat mengikuti tema yang diambil.
3. Pengidentifikasian Gaya Bahasa dalam Prosa Fiksi
Gaya bahasa yang ada dalam cerpen Pelajaran Mengarang didominasi oleh gaya bahasa sarkasme dan personifikasi, tetapi ditemukan pula gaya bahasa apofasis atau preterisio, polisindeton, dan metonimia.
1)Sarkasme adalah gaya bahasa yang paling kasar, bahkan kadang-kadang merupakan kutukan.
•Kutipan:
a)“Lewat belakang, anak jadah, jangan ganggu tamu Mama”.
b)“Tentu saja punya, Anak Setan! Tapi, tidak jelas siapa! Dan kalau jelas siapa belum tentu ia mau jadi Papa kamu! Jelas? Belajarlah untuk hidup tanpa seorang Papa! Taik Kucing dengan Papa!”
c)“Diam, Anak Setan!” atau “Bukan urusanmu, Anak Jadah” atau “Sudah untung kamu ku kasih makan dan ku sekolahkan baik-baik. Jangan cerewet kamu, Anak Sialan!”
2)Personifikasi adalah gaya bahasa yang mengumpamakan benda mati sebagai makhluk hidup.
•Kutipan:
a)Lewat belakang, anak jadah
b)Ibu Guru Tati memandang anak-anak manis
c)Tiga puluh menit lewat tanpa permisi
3)Apofasis atau Preterisio adalah gaya bahasa dimana penulis atau pengarang menegaskan sesuatu, tetapi tampaknya menyangkal.
•Kutipan: Apakah Sandra harus berterus terang? Tidak, ia harus mengarang. Namun ia tak punya gambaran tentang sesuatu yang pantas ditulisnya.
4)Polisindeton adalah gaya bahasa yang menyebutkan secara berturut-turut dengan menggunakan kata penghubung.
•Kutipan: . Dari balik kaca-matanya yang tebal, Ibu Guru Tati memandang 40 anak yang manis, yang masa depannya masih panjang, yang belum tahu kelak akan mengalami nasib macam apa.
5)Metonimia adalah gaya bahasa yang menggunakan nama ciri tubuh, gelar atau jabatan seseorang sebagai pengganti nama diri.
•Kutipan: Di rumahnya, sambil nonton RCTI, Ibu Guru Tati yang belum berkeluarga memeriksa pekerjaan murid-muridnya.
Pengarang banyak menggunakan gaya bahasa sarkasme dan personifikasi untuk memunculkan emosi sesuai dalam cerpen, sehingga pengarang hanya menggunakan sedikit penataan kata yang istimewa karena hampir keseluruhan isi cerpen menggunakan kata-kata biasa yang digunakan masyarakat pada umumnya. Dari gaya bahasa yang digunakan, juga dapat dilihat munculnya efek kerasnya kehidupan yang dialami tokoh utama dalam certita, efek kejam, dan sakit hati juga tercipta dari pemilihan gaya bahasa tersebut.
Dalam penuturan pelaku, pengarang menggunakan gaya bahasa yang sangat kasar. Hal ini dilakukan oleh pengarang untuk menunjukkan karakter atau watak tokoh.
4.Penokohan dan Perwatakan
Pengarang memberikan cirri khusus kepada para tokoh dengan tuturan pengarang maupun dialog tokoh.
•Analisis:
1)Ibu Guru Tati:
a)Penokohan: berkacamata tebal, belum berkeluarga
b)Watak: sabar, penuh kasih
•Kutipan: Terdengar gesekan halus pena pada kertas. Anak-anak tenggelam ke dalam dunianya, pikir Ibu Guru Tati. Dari balik kacamatanya yang tebal, Ibu Guru Tati memandang 40 anak manis, yang masa depannya masih panjang, yang belum tahu kelak akan mengalami nasip macam apa.
Di rumahnya, sambil nonton RCTI, Ibu Guru Tati yang belum berkeluarga memeriksa pekerjaan murid-muridnya.
2)Sandra:
a)Penokohan: anak berumur 10 tahun
b)Watak: lugu, penurut, pendendam, penyayang, sensitif.
•Kutipan: Tapi Sandra, 10 Tahun, belum menulis sepatah kata pun di kertasnya. Ia memandang keluar jendela.
Sandra memandang Ibu Guru Tati dengan benci. Setiap kali tiba saatnya pelajaran mengarang, Sandra selalu merasa mendapat kesulitan besar, karena ia harus betul-betul mengarang. Ia tidak bisa bercerita apa adanya seperti anak-anak yang lain.
3)Marti (Mama Sandra):
a)Penokohan: bibir merah, mulut berbau rokok dan minuman keras, mata kuyu, wajah pucat. Dia seorang pelacur.
b)Watak: pemarah, pemabuk, kurang perhatian.
•Kutipan: “Tentu saja punya, Anak Setan! Tapi, tidak jelas siapa! Dan kalau jelas siapa belum tentu ia mau jadi Papa kamu! Jelas? Belajarlah untuk hidup tanpa seorang Papa! Taik Kucing dengan Papa!”
Maka, berkelebatan di benak Sandra bibir merah yang terus menerus mengeluaran asap, mulut yang selalu berbau minuman keras, mata yang kuyu, wajah yang pucat. Ibuku seorang pelacur…
4)Mami (wanita yang dianggap nenek oleh Sandra):
a)Penokohan: wanita tua, wajah penuh kerut, sapuan warna yang serba tebal, merah sangat tebal pada pipinya dan Hitam sangat tebal pada alisnya, dan wanginya sangat memabukkan.
b)Watak: menyebalkan, pemarah dan kasar.
•Kutipan: Seorang wanita dengan wajah penuh kerut yang merias dirinya dengan sapuan warna yang serba tebal. Merah itu sangat tebal pada pipinya. Hitam itu sangat tebal pada alisnya. Dan wangi itu sangat memabukkan Sandra.
“Jangan Rewel Anak Setan! Nanti kamu kuajak ke tempatku kerja, tapi awas, ya? Kamu tidak usah ceritakan apa yang kamu lihat pada siapa-siapa, ngerti? Awas!”
Wanita itu sudah tua dan menyebalkan. Sandra tak pernah tahu siapa dia. Ibunya memang memanggilnya Mami.
Pengarang mendeskripsikan lingkungan, kehidupan, kebiasaan dan cara berperilaku pelaku dengan menggunakan tuturannya yang dikemas dalam setting suasana. Tokoh atau pelaku membicarakan dirinya sendiri melalui tuturan pengarang.
•Kutipan: Sandra tak mengerti apa yang harus dibayangkanya tentang sebuah keluarga yang berbahagia.
Tokoh atau pelaku lain yang membicarakan tokoh lain dengan menggunakan dialog antar tokoh dan dialog tersebut membuat tokoh lain memberi reaksi terhadapnya. Tetapi tokoh itu bereaksi kepada tokoh yang membicarakannaya dengan kebingungan dan ketidakmengertian.
•Kutipan:
“Anak siapa itu?”
“Marti.”
“Bapaknya?”
“Mana aku tahu!”
“Anak kecil kok dibawa kesini, sih?”
“Ini titipan si Marti. Aku tidak mungkin meninggalkannya sendirian dirumah. Diperkosa orang malah repot nanti.”
Di tempat kerja wanita itu, meskipun gelap, Sandra melihat banyak orang dewasa berpeluk-pelukan sampai lengket. Sandra juga mendengar musik yang keras, tapi Mami itu melarangnya nonton. Sampai sekarang Sandra tidak mengerti. Mengapa ada sejumlah wanita duduk diruangan kaca ditonton sejumlah lelaki yang menujuk-nunjuk mereka. Sandra masih memandang keluar jendela. Ada langit biru diluar sana. Seekor burung terbang dengan kepakan sayap yang anggun.
5.Mengidentifikasi Alur dalam Prosa Fiksi
Rangkaian kejadian dalam cerpen Pelajaran Mengarang dihubungkan oleh setting waktu atau penanda waktu, meskipun alur berjalan mundur dan kemudian maju kembali, satuan peristiwa dalam cerita tetap dapat dipahami karena adanya penanda waktu yang jelas serta keterangan-ketarangan penuturan pengarang yang mendukung. Dalam rangkaian alur, terdapat peristiwa yang secara umum digambarkan sebagai lamunan atau imajinasi seorang gadis kecil tentang keluarga yang tak pernah ia miliki secara utuh. Ia terpaksa membayangkannya karena saat itu ia ditugasi gurunya untuk mengarang dengan tema keluarga. Dalam bayangan itulah alur terlihat mundur. Setelah berselang beberapa waktu, lamunan tersebut kembali ke keadaan nyata, dimana tokoh utama tersebut berada di dalam kelas untuk mengarang. Saat itulah alur terlihat maju kembali.
6.Titik Pandang
Peran pengarang dalam cerita adalah menjadi pengamat atau pencerita dan tidak menjadi pelaku maupun penderita.
•Kutipan:
Setiap kali tiba saatnya pelajaran mengarang, Sandra selalu merasa mendapat kesulitan besar, karena ia harus betul-betul mengarang. Ia tidak bisa bercerita apa adanya seperti anak-anak yang lain. Untuk judul apapaun yang ditawarkan Ibu Guru Tati, anak-anak sekelasnya tinggal menuliskan kenyataan yang mereka alami. Tapi, Sandra tidak, Sandra harus mengarang. Dan kini Sandra mendapat pilihan yang semuanya tidak menyenangkan.
Tokoh utama menjadi pelaku dan penderita. Tokoh utamalah yang menjadi fokus dalam cerita, dan di dalam cerpen Pelajaran Mengarang, tokoh Sandralah yang diceritakan pengarang menjadi tokoh utama yang selalu disorot. Jadi, pengarang hanya sebagai pencerita dan tidak menjadi pelaku mapun penderita.
7.Penentuan Tema dan Amanat
•Didasarkan pada unsur dan setting, satuan dan tahapan alur serta
Hubungan antara unsur satuan peristiwa prosa fiksi
Tema dan amanat cerpen Pelajaran Mengarang didasarkan pada unsur dan setting, satuan dan tahapan alur serta hubungan antara unsur satuan peristiwa prosa fiksi karena ketiga komponen tersebut saling berkaitan satu sama lain sehingga dapat ditemukan tema yang terkandung di dalamnya. Tema yang diangkat adalah kehidupan seorang anak kecil yang tak lain dan tak bukan adalah anak seorang pelacur yang tak bisa menuntaskan tugas mengarangnya yang berhubungan dengan keluarga yang tak pernah ia miliki seperti anak seumuran dengannya. kesimpulannya, tema cerpen Pelajaran Mengarang adalah diskriminasi perlakuan sosial.
•Sikap pengamat terhadap pokok pikiran yang ditampilkan
Jika dilihat dari sikap pengamat terhadap pokok pikiran yang ditampilkan dalam cerpen Pelajaran Mengarang, tema yang diangkat adalah protes atau ungkapan iba sorang pengarang terhadap keadaan sosial masyarakat kita yang sangat menjunjung tinggi derajat atau tingkatan dalam masyarakat.